Bojonegoro | mediainfopol.com – Disahkannya undang-undang kesehatan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (11/7/2023) menjadi pro dan kontra di kalangan tenaga kesehatan (Nakes) di tingkat daerah maupun nasional.
Pro kontra juga terjadi di kabupaten Bojonegoro. dr. Askan, Sp.OG mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Bojonegoro selama dua periode, mengatakan, sangat menyayangkan disahkannya undang-undang kesehatan yang baru tersebut. hal itu diungkapkannya melalui ponselnya hari ini, Selasa (25/07/2023). dr. Askan juga merasa kalau dalam hal ini IDI merasa di pojokan dan terdzolimi.
“Selama ini IDI itu membantu masyarakat & pemerintah, apakah pernah selama ini pemerintah itu memberikan sesuatu kepada IDI, kita yang malah membantu negara. Tapi dengan pemberitaan-pemberitaan yang beredar kita merasa paling disalahkan, kata dr. Askan.
Dirinya menambahkan, kalau dengan dicabutnya berwenang IDI saya pribadi malah enak gak perlu repot-repot menyeleksi dokter dan lain lain, mandat kita itu berat harus mengklarifikasi apakah yang mau izin buka praktek ini benar-benar dokter.
“Kita perlu menyeleksi dokter itu ber-etika atau tidak, arogan atau tidak, kalau ternyata dokter itu arogan yang rugi masyarakat juga kan?,” tambahnya.
Pada kesempatan itu dr. Askan juga menyoroti jika ada dokter asing yang masuk ke Indonesia. Menurutnya itu juga perlu diverifikasi.
“Kalau tidak diverifikasi ya kasihan masyarakat. Jadi kalau sekarang mau diminta diberi wewenang kita ya monggo saja,” tegasnya.
Ketika di singgung tentang pendapatan dirinya saat menjadi ketua IDI bojonegoro selama dua periode dr. Askan menjelaskan kalau dirinya tidak di untungkan secara materil.
“Saya sebagai ketua IDI Bojonegoro selama dua periode kalau di hitung bukan mendapatkan sesuatu tapi malah tekor. Bukan hanya tenaga & waktu tapi saya juga tekor keuangan untuk operasional organisasi itu. Saya itu tidak pernah mendapatkan honor ataupun bayaran, saya malah merogoh saku saya kalau ada kegiatan pengabdian masyarakat dan lain lain,” terangnya.
Ketika ditanya terkait dokter yang harus membayar ketika memperpanjang izin prakteknya, dr. Askan menjelaskan kalau uang tersebut di gunakan untuk kas organisasi dan kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
“Uang itu kita gunakan untuk mereka sendiri, untuk seminar dan pengabdian masyarakat. Kalau ada lebih baru kita masukkan ke kas kita. Jadi bukan untuk pribadi,” tegasnya.
Selain itu dr. Askan juga menjelaskan, kas itupun kita gunakan untuk operasional organisasi. Menurutnya saat ini IDI mempekerjakan dua orang di sekretariat IDI Bojonegoro. Dua orang itu tiap bulan menerima gaji sesuai UMR.
“Kalau dua orang berarti kan 5 juta, itu uang darimana,” tanyanya.
Dr Askan juga menjelaskan kalau gedung sekretariat IDI Bojonegoro saat ini di bangun dengan dana patungan selama sepuluh tahun.
“Dulu kita itu nyewa ruko untuk kantor IDI Bojonegoro, itukan ya isin-isini, akhirnya kita patungan selama sepuluh tahun untuk membuat gedung itu, jadi kalau kita dikatakan punya uang banyak itu sangat salah, untuk membangun gedung itu tidak sepeserpun kita menerima dari pemerintah,” pungkasnya. (Suwitomip/red)