Gresik, mediainfopol.com
Fenomena bank thitil atau bank plecit kembali marak di wilayah Perumahan Batara, Desa Sirnoboyo, Kabupaten Gresik. Praktik simpan pinjam ilegal ini menyasar ibu-ibu rumah tangga dengan iming-iming pinjaman cepat dan syarat mudah. Namun di balik kemudahan itu, tersimpan jerat bunga tinggi dan denda berlapis yang membuat banyak warga terperosok dalam lilitan utang berkepanjangan.

Modus operandi para pelaku sederhana: menawarkan pinjaman tunai tanpa jaminan, namun dengan bunga mencapai lebih dari 20 persen per bulan. Ketika peminjam menunggak, penagih mendatangi rumah secara langsung dan menggunakan cara-cara intimidatif untuk memaksa pembayaran.

Padahal, praktik semacam ini jelas melanggar sejumlah regulasi dan berpotensi pidana. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, setiap lembaga keuangan wajib memiliki izin resmi dari Kementerian Koperasi & UKM atau OJK. Pelanggaran dapat dikenai pidana penjara 1–5 tahun dan/atau denda Rp50 juta hingga Rp2 miliar (Pasal 45 ayat 1).

Selain itu, UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menegaskan bahwa kegiatan menghimpun dana dari masyarakat tanpa izin OJK merupakan tindak pidana dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp2 miliar.

Dari sisi perlindungan konsumen, UU No. 8 Tahun 1999 mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi yang benar dan jujur terkait bunga serta biaya administrasi. Pelanggaran atas pasal ini diancam pidana penjara hingga 5 tahun dan/atau denda Rp2 miliar (Pasal 62).

Lebih jauh, Peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016 mengatur bahwa penagih hutang wajib memiliki surat tugas resmi serta dilarang melakukan intimidasi. Penagihan dengan kekerasan atau ancaman dapat dikategorikan sebagai pemerasan sesuai Pasal 368 KUHP, dengan ancaman penjara hingga 9 tahun.

Sementara dari sisi legalitas usaha, setiap pelaku simpan pinjam wajib memiliki SIUP, NIB, dan NPWP. Tanpa dokumen tersebut, aktivitas dianggap ilegal dan dapat ditindak oleh pemerintah daerah.

Maraknya praktik bank plecit di Perum Batara menimbulkan sejumlah dampak sosial, antara lain:

Ibu rumah tangga terjerat bunga tinggi (>20% per bulan)

Penagihan agresif dan intimidatif
Kerugian ekonomi keluarga dan tekanan psikologis
Ketidakstabilan sosial di lingkungan warga

Fenomena ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap aktivitas keuangan mikro di tingkat desa. Pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum diharapkan bertindak tegas menertibkan usaha simpan pinjam ilegal serta melindungi masyarakat dari praktik pemerasan berkedok pinjaman cepat.(Red)

By Man