Korupsi Makan Minum Fiktif: Hidangan Busuk di Meja Birokrasi Banyuwangi
BAnyuwangi – Mediainfopol.com
Oleh: Hakim Said, S.H
Ketua Rumah Advokasi Kebangsaan Banyuwangi (RAKB)
Di Banyuwangi, aroma korupsi kembali tercium menusuk. Ironisnya, kali ini bukan dari proyek besar berlapis beton, bukan pula dari pengadaan barang mewah, melainkan dari kegiatan makan-minum fiktif. Ya, anggaran yang sejatinya diperuntukkan untuk kebutuhan resmi aparatur, justru dijadikan bancakan segelintir oknum. Senin (22/9/2025)
Saat itu, Kejaksaan Negeri Banyuwangi sudah menetapkan satu orang tersangka, NH, selaku pengguna anggaran di BKPP Banyuwangi tahun anggaran 2021. Dari hasil penyidikan, terbongkar bahwa anggaran ratusan juta rupiah cair untuk kegiatan yang tidak pernah ada. Celakanya, perintah pencairan itu dilakukan dengan penuh kesadaran meski mengetahui kegiatan dimaksud hanyalah “hidangan ilusi”.
Publik tentu muak. Bagaimana tidak? Di tengah rakyat kecil berjuang membeli beras dan minyak goreng, ada pejabat yang dengan entengnya “menyantap” uang negara tanpa rasa malu. Rp400 juta rupiah raib, hanya untuk membiayai makan-minum fiktif yang tak pernah terhidang di meja rakyat.
Kasus ini ibarat wajah buram birokrasi: anggaran rakyat diperlakukan seperti pesta, sementara yang dihidangkan bukan nasi dan lauk, melainkan kebohongan dan kejahatan hukum. Bukankah ini pelecehan terhadap nilai integritas dan penghinaan terhadap rakyat yang membayar pajak?
Patut diapresiasi langkah Kejari Banyuwangi yang sigap menindaklanjuti kasus ini. Namun, penetapan satu orang tersangka belum cukup. Korupsi adalah kejahatan berjamaah, dan publik mendesak agar penyidik membongkar seluruh aktor yang ikut berpesta pora. Jangan sampai hanya “koki kecil” yang dikorbankan, sementara “chef besar” tetap bebas berkeliaran.
Di tengah kekecewaan publik ini, Gerakan Buruh Bersama Rakyat Anti Korupsi (GEBRAK) yang diketuai Mohammad Helmi Rosyadi, Rabu, 17 September 2025 sekitar pukul 14.00 WIB turut menyuarakan protes keras. Massa GEBRAK yang berusaha melakukan audiensi ke Kejaksaan Negeri Banyuwangi justru tidak diterima dengan baik. Hal itu memicu kekecewaan yang kemudian berujung pada ancaman aksi lanjutan.
GEBRAK menegaskan, bila aspirasi rakyat terus diabaikan, mereka siap membuka posko pengawalan kasus korupsi tepat di depan Kantor Kejari Banyuwangi sebagai simbol perlawanan rakyat terhadap praktik busuk yang merampok hak publik.
Kasus ini harus menjadi peringatan keras bahwa korupsi sekecil apapun adalah pengkhianatan terhadap rakyat. Jika uang makan-minum saja tega diakali, bagaimana dengan proyek-proyek raksasa lainnya? Jangan-jangan, rakyat Banyuwangi hanya diberi sisa remah-remah, sementara anggarannya habis disantap tanpa rasa bersalah.
Penulis adalah;
Alumni Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan II Tahun 2006 di Universitas Jember (Unej)
(siswanto)