Dra. Kasihhati, Srikandi Pers Pejuang Kebenaran, Tak Gentar Membela Yang Tertindas, Tak Tunduk Pada Kekuasaan
JAKARTA, – Mediainfopol.com
Di tengah arus deras tekanan, kriminalisasi, dan upaya pembungkaman terhadap insan pers, masih ada satu sosok yang berdiri tegak laksana Karang dihempas ombak, memegang erat prinsip dan nurani kebebasan berekspresi. Dialah Dra. Kasihhati, Ketua Presidium Forum Pers Independent Indonesia (FPII),seorang perempuan tangguh yang menjadikan “TAK GENTAR” bukan sekadar semboyan, tetapi filosofi hidup dan perjuangan. Senin (18/8/2025)
Ketika banyak yang memilih diam dalam tekanan, Dra. Kasihhati memilih lantang bersuara. Ketika banyak yang tunduk pada kekuasaan, ia memilih berdiri menantang.
Suaranya tidak hanya menggema di ruang redaksi atau mimbar-mimbar konferensi, tetapi juga mengetuk hati nurani para Pewarta untuk bangkit, bersatu, dan tidak gentar menyuarakan kebenaran, apa pun risikonya.
“Ketika gerimis melukis tangis dan angin membelai Bumi Pertiwi, tidakkah hatimu terketuk tuk mengutuk badut negeri yang menyiapkan belenggu,”
> Begitulah bait-bait perlawanan yang digaungkan oleh Kasihhati serupa puisi perlawanan, namun menggema seperti pekikan revolusi.
Di bawah kepemimpinannya, FPII tak hanya menjadi wadah para jurnalis independen, tetapi juga menjadi Benteng Perjuangan bagi kebebasan pers dan Perlindungan bagi jurnalis-jurnalis yang kerap menjadi korban intimidasi, kriminalisasi, bahkan kekerasan hanya karena menyampaikan fakta riel kepada publik.
Dra. Kasihhati selalu menekankan bahwa jurnalis adalah pilar keempat demokrasi, dan tidak boleh dibungkam dengan jeruji kekuasaan atau tipu muslihat penguasa yang alergi terhadap kritik. Dalam banyak kesempatan, ia menyerukan bahwa.
“Jangan pernah tunduk pada ketidakadilan. Jangan pernah gentar dengan kekuasaan temporer. Lawan segala bentuk pembungkaman! Jurnalis punya hak yang sama sebagai warga negara.
Ketika hujan tumpah membasahi bumi, bagi Kasihhati itu bukan alasan untuk menyerah. Justru saat itulah semangat perjuangan harus ditumpahkan keringat, bahkan darah, demi menjaga nyala api kemerdekaan menyampaikan pendapat dan menulis kebenaran.
Di balik ketegasan dan keberaniannya, tersimpan pula ketulusan hati dalam membela rakyat kecil. Kasihhati tidak hanya memperjuangkan hak-hak jurnalis, tetapi juga membela masyarakat tertindas, mereka yang suaranya tak pernah sampai ke telinga pejabat, mereka yang kisahnya tak pernah masuk ke layar berita arus utama.
Melalui FPII, ia membuka ruang bagi suara-suara minoritas dan kaum marginal untuk dapat disuarakan dan diperjuangkan. Tak heran jika namanya kini semakin dikenal bukan hanya di kalangan media, tetapi juga di tengah masyarakat yang selama ini merasa tak memiliki pelindung.
Kasihhati membeberkan pada ribuan jurnalis independent tepat pada HUT Republik Indonesia Ke-80 pada Minggu, (17/8/2025) “Tak Gentar” bukan hanya slogan. Ia adalah Roh perlawanan. Ia adalah nyawa perjuangan. Dan di tangan Dra. Kasihhati, filosofi ini menjadi senjata dalam menantang segala bentuk ketidakadilan yang coba membungkam kebenaran.
Kini, saat jeruji telah mereka siapkan, saat belenggu tengah mereka anyam untuk membatasi gerak pers nasional, suara Kasihhati dan FPII menggema lebih kuat Kami tidak gentar. Kami tidak tunduk. Kami adalah penjaga kebenaran.
Dengan langkah pasti dan suara lantang, Dra. Kasihhati telah menjelma menjadi ikon perjuangan kebebasan pers di Indonesia. Sebuah teladan, bahwa di balik sosok perempuan, bisa berdiri kekuatan besar yang menyala karena cinta pada keadilan dan keberanian membela rakyat.
(siswanto)