Bengkulu//Mediainfopol.Com/Gema gamelan dan tembang Jawa menggema dari Sportarium Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB), Sabtu malam (5/7), saat Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, secara resmi membuka Pagelaran Wayang Kulit yang digelar oleh Paguyuban Masyarakat Jawa Bengkulu (PMJB). Acara ini menjadi salah satu momentum penting dalam perayaan dan pelestarian budaya lokal, sekaligus peneguhan nilai-nilai kebangsaan dalam bingkai keberagaman.

Wayang kulit tak hanya hadir sebagai tontonan tradisional, melainkan sebagai media refleksi nilai sejarah, spiritualitas, dan persatuan nasional. Kegiatan ini juga menjadi panggung silaturahmi antar warga lintas etnis yang hidup berdampingan di Provinsi Bengkulu, mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika yang masih hidup dan relevan hingga kini.

Dalam pidato pembukaannya, Gubernur Helmi Hasan menegaskan bahwa pelestarian budaya bukan hanya soal mempertahankan tradisi, melainkan juga menjaga jati diri bangsa. Ia menyoroti pentingnya memahami sejarah Indonesia yang berakar dari keberagaman dan semangat gotong royong di era Nusantara.

Dulu belum ada Indonesia, yang ada adalah Nusantara. Dari Bengkulu, lahir Ibu Fatmawati yang menjahit sang saka merah putih. Dari situlah NKRI lahir—berdiri di atas sejarah, budaya, dan pengorbanan,” ujarnya, disambut tepuk tangan para tamu undangan.

Helmi juga memberikan apresiasi tinggi kepada PMJB, yang menurutnya telah memainkan peran strategis dalam pembangunan sosial, pendidikan, dan politik di Bengkulu. Ia menyoroti keberhasilan organisasi ini dalam mencetak kader-kader unggul, banyak di antaranya kini menjadi pemimpin di pemerintahan dan legislatif.

Banyak pejabat dan anggota DPRD yang berasal dari PMJB. Ini membuktikan bahwa proses kaderisasi dan kontribusi budaya berjalan seiring dan seimbang,” tambahnya.

Pagelaran kali ini mengangkat lakon “Banjaran Kokrosono”, sebuah cerita klasik pewayangan yang menggambarkan sosok Kokrosono tokoh pemberani, setia, dan penuh pengabdian pada kebenaran. Lakon ini sarat dengan pesan moral dan spiritual yang tetap relevan dengan kehidupan masyarakat modern.

Pagelaran dibawakan secara kolaboratif oleh tiga dalang kondang nasional.
Ki Dalang Prof. Dr. H. KPH Yanto KS, S.H., M.H.
Ki Dalang Sri Kuncoro
Ki Dalang Subiyanto

Mereka berkolaborasi dengan sinden ternama, seperti,
Agnes Serfozo, sinden asal Hungaria yang mencuri perhatian lewat kemampuannya menyanyikan tembang Jawa dengan fasih.
Eka Kebumen, sinden senior dengan pengalaman panjang di panggung nasional.

Tak hanya itu, suasana semakin meriah dengan penampilan pelawak nasional Marwoto, yang berhasil mencairkan suasana lewat humor khas khas Jogja yang membumi dan penuh sindiran halus sosial-politik.

Pagelaran ini turut dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Enik Ermawati, atau yang akrab disapa Ni Luh Puspa, serta unsur Forkopimda Provinsi Bengkulu. Kehadiran mereka mempertegas komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam mendukung pelestarian budaya sebagai bagian dari sektor strategis pembangunan bangsa.

Wayang kulit bukan hanya warisan budaya tak benda, tetapi juga alat pendidikan karakter. Melalui tokoh-tokoh pewayangan, nilai moral, kebangsaan, dan spiritualitas ditanamkan kepada generasi muda,” ujar Ni Luh Puspa dalam sambutannya.

Pagelaran ini dinilai tidak hanya penting secara kultural, tetapi juga memiliki dampak sosial-politik yang besar. PMJB, sebagai organisasi paguyuban masyarakat Jawa di Bengkulu, telah membuktikan bahwa keberagaman etnis bukan penghalang, tetapi kekuatan dalam membangun kebersamaan.

Kegiatan ini diharapkan bisa menjadi agenda rutin yang memperkuat identitas lokal sekaligus mempererat integrasi sosial antar komunitas di Bengkulu. Hal ini sejalan dengan visi pemerintah provinsi untuk menjadikan Bengkulu sebagai provinsi yang inklusif, harmonis, dan berwawasan budaya.
(M.Harus ak)