Sidoarjo – Mediainfopol.com
Kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis kembali mencoreng wajah demokrasi lokal. Aminatus Sakdiyah, jurnalis media online Wartawati sekaligus anggota Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT), menjadi korban dugaan intimidasi saat meliput persoalan lingkungan di kawasan Krian, Sidoarjo. Insiden ini menjadi sinyal bahaya bagi kebebasan pers yang dijamin konstitusi, namun terus saja diinjak-injak oleh pihak-pihak intoleran terhadap kritik.
Kejadian bermula pada (17/25), saat Aminatus melakukan peliputan tumpukan sampah di Jalan Wahidin Sudiro Husodo berdasarkan laporan masyarakat. Alih-alih dihargai atas tugasnya sebagai penyampai informasi publik, ia justru dihadapkan pada intimidasi verbal dan psikis oleh sejumlah oknum, termasuk seorang tokoh masyarakat setempat.20 mei 2025
Aminatus bahkan ‘digiring’ ke Balai RW 08 dan dipaksa mengakui perbuatan yang tidak ia lakukan, termasuk tuduhan keji bahwa ia menerima uang dari pihak pengelola titik pembuangan sampah. Tidak hanya disudutkan tanpa bukti, ia juga mendapat ancaman agar meninggalkan tempat tinggalnya. Ini bukan hanya penghinaan terhadap profesi jurnalistik, tapi juga pelecehan terhadap hak asasi manusia.
“Saya diperlakukan seolah-olah penjahat, hanya karena menjalankan tugas,” kata Aminatus dengan suara gemetar. Yang lebih mengkhawatirkan, anak-anaknya turut menjadi korban sosial—dikucilkan oleh lingkungan akibat stigma yang dibangun oleh pihak-pihak yang enggan disorot.
KJJT menilai peristiwa ini merupakan pelanggaran nyata terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 8 dengan jelas menyebutkan jurnalis berhak atas perlindungan hukum. Bahkan Pasal 18 ayat (1) mengatur sanksi pidana bagi siapa pun yang menghalangi kerja jurnalistik. Maka, pembiaran atas kasus ini adalah bentuk ketundukan aparat terhadap kekuasaan informal yang merasa kebal hukum.
Ketua KJJT Sidoarjo, Arri Pratama, mengecam keras tindakan represif tersebut. “Ini bukan sekadar masalah personal. Ini serangan terhadap profesi jurnalis. Jika negara abai, maka publik harus tahu bahwa kebebasan pers kita sedang dikebiri secara sistematis,” tegasnya.
Pihak kelurahan sempat ditemui untuk mediasi awal. Namun belum tuntas, malam harinya Aminatus kembali dipanggil diam-diam oleh sejumlah oknum ke Balai RW tanpa prosedur yang jelas. Ini jelas bentuk tekanan lanjutan yang berpotensi mengarah pada kriminalisasi.
KJJT dengan tegas menolak segala upaya penyelesaian di balik layar. Mereka menuntut pertemuan resmi dengan kehadiran semua pihak terkait, termasuk penegak hukum dan perwakilan komunitas pers. “Jika intimidasi terus berlanjut, kami siap turun aksi. Diam bukan pilihan ketika profesi kami diinjak,” ujar Arri.
Hingga berita ini dirilis, beberapa pihak yang diduga terlibat, termasuk RT dan oknum pengelola keamanan, belum memberikan klarifikasi yang memadai. KJJT menyerukan solidaritas seluruh elemen pers dan mendesak pemerintah serta Dewan Pers turun tangan sebelum demokrasi lokal benar-benar lumpuh.
Reporter : ( erman)