Bengkulu//Mediainfopol.Com/ tenaga honorer di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu mengaku telah dirumahkan sejak 31 Desember 2024. Keputusan tersebut menyusul diterbitkannya Surat Edaran (SE) 800/4216/BKD/2024 yang dikeluarkan oleh Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Bengkulu terkait evaluasi kinerja tenaga Non ASN.
Keputusan ini memicu gelombang protes dari para honorer yang merasa kebijakan tersebut sangat merugikan dan menyulitkan mereka. Pada Rabu, 15 Januari 2025, ratusan tenaga honorer yang tergabung dalam berbagai organisasi melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Bengkulu. Dalam aksinya, mereka menuntut kejelasan tentang status mereka dan mendesak agar mereka tidak dirumahkan, karena kebijakan ini mengancam kelangsungan hidup keluarga mereka. Banyak dari honorer tersebut yang hanya menerima gaji sekitar Rp1 juta per bulan, yang bagi mereka sangat bergantung pada pekerjaan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Ketua Himpunan HIRRO (Himpunan R Duo R Tigo) Provinsi Bengkulu, Eflin Suryadi, yang turut terlibat dalam aksi protes tersebut, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan ini. “Apa miskin pemerintah daerah ini kalau mempekerjakan honorer dengan honor Rp1 juta itu? Tidak akan bikin pejabat kurus. Kenapa harus dirumahkan mereka yang sudah bertahun-tahun mengabdi?” ungkap Eflin dengan nada penuh harapan.
Kebijakan merumahkan honorer ini tidak hanya dialami oleh tenaga honorer yang bekerja di Setda Provinsi, tetapi juga di beberapa OPD lainnya, termasuk Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu. Indra Setiapan, seorang honorer di dinas tersebut, mengungkapkan bahwa ada sekitar 25 orang honorer di OPD tersebut yang diberhentikan secara sepihak pada akhir tahun 2024. Menurutnya, mereka diberitahu bahwa keputusan tersebut berasal dari Kepala Dinas, namun hingga kini belum ada kejelasan kapan mereka akan dipanggil kembali untuk bekerja.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Bengkulu, Gunawan Suryadi, memberikan klarifikasi mengenai kebijakan tersebut. Ia menegaskan bahwa tidak ada instruksi dari Gubernur Bengkulu yang mengharuskan para honorer dirumahkan. “Surat edaran yang dikeluarkan hanya berisi tiga poin penting, yakni menunda sementara waktu perpanjangan masa tugas tenaga Non ASN, melakukan evaluasi kinerja, dan tidak menerima tenaga Non ASN baru tanpa persetujuan Gubernur. Kalau pun ada yang dirumahkan, kami belum menerima laporan resmi dari OPD terkait,” ujar Gunawan.
Gunawan juga menegaskan bahwa kebijakan yang tertuang dalam surat edaran tersebut bertujuan untuk evaluasi kinerja dan efektivitas penggunaan tenaga honorer di lingkungan Pemprov Bengkulu. Namun, ia mengakui bahwa keputusan ini menimbulkan dampak yang cukup besar bagi mereka yang bergantung pada pekerjaan honorer untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Di sisi lain, Eflin Suryadi bersama dengan rekan-rekannya berharap Pemprov Bengkulu dapat meninjau kembali kebijakan ini. Mereka menuntut adanya transparansi dalam evaluasi kinerja dan penyelesaian masalah yang lebih adil bagi tenaga honorer yang selama ini telah memberikan kontribusi besar bagi pemerintahan daerah.
Seiring dengan berlanjutnya protes ini, harapan besar muncul agar pemerintah daerah bisa mencari solusi yang lebih manusiawi, yang tidak hanya mempertimbangkan efisiensi administrasi, tetapi juga keberpihakan terhadap kesejahteraan ribuan keluarga honorer yang menggantungkan hidupnya pada pekerjaan tersebut.
(M.Haris ak)