Lubuklinggau//mediainfopol.com/Seseorang pemimpin yang anti kritik adalah orang yang tidak menerima kritik atau masukan dari orang lain dengan baik dan seringkali menolak atau merespon dengan cara yang tidak sehat atau tidak konstruktif, saat menerima informasi.
Hangatnya pembicaraan dilingkungan masyarakat mengenai pejabat daerah yang masih aktif menjabat dan berkeinginan untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Kita ketahui pemilihan/pilkada 2024 sudah di depan mata.
Memang kita ketahui untuk saat sekarang ini penetapan calon kepala daerah di wilayah yang mengikuti kontestasi belum ditentukan oleh penyelenggara pemilu. Tapi yang buat pertanyaan jabatan dengan fasilitas negara pejabat masih aktif yang ikut serta mencalonkan diri sebagai kepala daerah akan sangat di untungkan.
Kita tentunya sudah tidak asing dengan istilah baper dalam percakapan keseharian. Baper adalah singkatan bahasa gaul dari kepanjangan “bawa perasaan”. Baper merupakan bentuk dari pemikiran atau sikap seseorang, sebagai akibat terlalu memasukkan ke hati segala ucapan dan tindakan orang lain.
BAPER” Rasa cemas dan kuatir dalam kondisi tertentu juga bisa menyebabkan baper, misalnya kekuatiran kehilangan jabatan, posisi atau kesempatan promosi. Ketika ekspektasi tidak sesuai dengan ukuran diri sendiri, muncullah sikap baper.
Islam mengajarkan umat Islam mengedepankan akhlak terpuji dalam setiap urusan muamalah sesama manusia. Namun, Islam juga menegaskan kepada umat agar tetap berpegang pada prinsip mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran. Ini merupakan bentuk membantu dan mengingatkan untuk kebaikan dan kemaslahatan bersama.
Zaman sekarang ini banyak pemimpin yang anti dikritik apalagi dengan kalimat yang dianggap keras. Mereka lebih senang disanjung dan dipuja rakyatnya.
Nathaniel Branden (Psikolog) mendefinisikan anti kritik sebagai “ketidakmampuan untuk menerima umpan balik yang konstruktif”. Orang yang anti kritik cenderung melihat umpan balik sebagai serangan pribadi dan bukan sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang.
sudah 17 tahun reformasi menjadi momentum yang menandai berakhirnya rezim otoriter. Eranya kini sudah terbuka dan transparan. Orang boleh mengkritik apa pun asal dalam koridor etika dan undang-undang.
Sejak keran demokrasi terbuka pascareformasi 1998, kebebasan berekpsresi dan menge luarkan pendapat menjadi hal yang lumrah dan tak lagi dikebiri. Kritikan pedas yang mengarah kepada penghinaan kepala negara pun tak lagi termasuk kategori kriminal.
seorang pemimpin baik kepala daerah sampai pemimpin rumah tangga itu tidak boleh anti kritik. Asal kritikan yang menyasar terhadap program-programnya, bukan menyerang personal atau pribadi.
Mahasiswa Hukum Tata Negara. (HTN) Sekolah Tinggi Agama Islam Bumi Silampari (STAI.BS) Kota lubuklinggau. Ferry Isrop.(Opini Publik)
(M.Harus ak)