REJANG LEBONG//Mediainfopol.com/Dua warga Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, berinisial ED dan SU, harus menanggung konsekuensi berat setelah keduanya terbukti melakukan perselingkuhan. Dalam sidang adat yang digelar masyarakat setempat, keduanya dijatuhi hukuman cambuk 100 kali serta denda adat Rp30 juta.
Prosesi hukum adat tersebut dilaksanakan di Desa Selamat Sudiarjo, Kecamatan Bermani Ulu, dengan disaksikan perangkat desa, tokoh adat, tokoh agama, dan masyarakat sekitar. Hukuman ini merupakan bentuk penegakan hukum adat yang sudah turun-temurun dijalankan oleh masyarakat Rejang dalam menyelesaikan persoalan moral, khususnya perselingkuhan.
Ketua Badan Masyarakat Adat Rejang, Ahmad Faizir, menegaskan bahwa sanksi tersebut dijatuhkan setelah melalui proses musyawarah adat.
Keduanya sudah menikah dengan pasangan masing-masing, namun terbukti menjalin hubungan terlarang sebagai pasangan bukan muhrim. Karena itu, adat memberikan sanksi cambuk dan denda sesuai aturan yang berlaku,” ujar Ahmad.
Masyarakat Rejang Lebong masih memegang teguh aturan adat dalam menjaga moralitas dan keharmonisan rumah tangga. Hukuman adat, khususnya dalam kasus perselingkuhan, dianggap lebih efektif karena bukan hanya memberi efek jera kepada pelaku, tetapi juga menjadi pelajaran bagi masyarakat luas.
Selain hukuman fisik berupa cambuk, denda dalam bentuk uang biasanya digunakan untuk kepentingan adat dan pembangunan fasilitas sosial desa. Dengan demikian, sanksi tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga berdampak positif bagi kepentingan bersama.
Pelaksanaan hukum adat ini mendapat perhatian besar dari warga setempat. Sebagian besar masyarakat menilai langkah tersebut penting untuk menjaga marwah adat serta menekan perilaku perselingkuhan yang bisa merusak rumah tangga dan ketentraman sosial.
“Kalau tidak ada sanksi adat, bisa jadi kasus seperti ini semakin sering terjadi. Hukum adat membuat orang berpikir dua kali sebelum melanggar,” ungkap salah satu warga yang hadir dalam prosesi tersebut.
Meski demikian, penerapan hukum adat di Rejang Lebong tetap berjalan selaras dengan hukum negara. Sanksi adat bersifat penyelesaian secara kekeluargaan dan kultural, sementara jalur hukum positif tetap terbuka apabila ada pihak yang ingin melanjutkan perkara ke ranah hukum formal.
Dengan adanya sanksi adat seperti ini, masyarakat Rejang Lebong berharap tercipta efek jera, keharmonisan sosial, serta penghormatan terhadap nilai-nilai budaya lokal yang masih lestari hingga kini.
(M.Harus ak)