BANYUWANGI, – Mediainfopol.com
Ketua Yayasan Anti Narkoba Lapor Pulih Sehat Sejahtera (YAN-LPSS) Banyuwangi, Hakim Said, SH, melayangkan kritik tajam terhadap Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Banyuwangi yang diduga tidak melaksanakan ketentuan screening urine bagi peserta didik baru sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati Banyuwangi No. 15 Tahun 2021.
“Ini bukan soal teknis, ini soal komitmen. Perbup sudah jelas mengatur bahwa setiap peserta didik baru wajib melalui proses verifikasi keterlibatan narkoba. Tapi faktanya, sejak aturan ini diberlakukan, pelaksanaannya nihil,” tegas Hakim Said, dalam keterangan persnya, Minggu (22/6/2025).
Perbup tersebut, menurut Hakim Said, adalah bagian teknis pelaksanaan dari Peraturan Daerah Banyuwangi No. 7 Tahun 2020 tentang Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN). Pasal 13 ayat (4) secara tegas menyebutkan bahwa kelulusan seleksi PPDB disyaratkan dengan verifikasi keterlibatan narkoba.
“Apalagi pada Pasal 14, ayat 1 dan ayat 7 huruf a, sudah diatur pelaksanaan kerja sama antarinstansi sebagai SOP pencegahan sejak dini. Jika ini tidak dilaksanakan, maka Dinas Pendidikan diduga telah mengamputasi pelaksanaan peraturan perundangan yang menjamin sekolah bebas narkoba,” kata pria alumni Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan ke-2 tahun 2006 di Universitas Jember (Unej).
Kadisdik Banyuwangi sebelumnya menyampaikan di beberapa media online, bahwa pihaknya hanya mengikuti arahan Kemendikdasmen yang akan melakukan screening narkoba dilakukan melalui metode sampling, bukan tes massal. Namun, menurut YAN-LPSS, regulasi pusat tidak pernah membatalkan kewenangan daerah dalam membuat kebijakan lokal berbasis kebutuhan daerah.
“Justru dalam sistem otonomi daerah, Pemkab melalui Perda dan Perbup memiliki landasan hukum yang kuat untuk membuat kebijakan afirmatif, terutama menyangkut keselamatan generasi muda dari bahaya narkoba,” tambah Hakim.
Berdasarkan data yang dihimpun YAN-LPSS Banyuwangi dari sejumlah lembaga penegak hukum:
Sebanyak 357 narapidana di Lapas Kelas IIA Banyuwangi terjerat kasus narkotika, dengan 110 di antaranya residivis.
78 perkara narkotika ditangani Satresnarkoba Polresta Banyuwangi hingga Juni 2025.
76 perkara narkotika diproses di Kejari Banyuwangi sepanjang Januari-Juni 2025.
“Dengan jumlah kasus sebesar itu, bahkan diduga ada pelajar dan mahasiswa di dalamnya, maka pembiaran terhadap pelaksanaan screening urine jelas tidak bisa dibenarkan,” tegas Hakim Said, yang juga Ketua Rumah Kebangsaan Basecamp Karangrejo (RKBK) Banyuwangi.
Sebagai respons atas situasi tersebut, YAN-LPSS menyampaikan empat tuntutan kepada pemangku kebijakan di Banyuwangi:
1. Bupati Banyuwangi diminta segera memanggil Kadisdik untuk klarifikasi sikap dan arah kebijakan yang diduga melanggar Perbup;
2. DPRD Banyuwangi, khususnya Komisi IV, diminta melakukan hearing terbuka dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan;
3. Inspektorat Daerah diminta memeriksa kemungkinan pelanggaran administratif atas tidak dilaksanakannya Perbup;
4. Aparat penegak hukum diminta menilai potensi perbuatan melawan hukum administrasi negara dalam pengabaian pelaksanaan kebijakan publik terkait narkoba.
“Kami tidak butuh retorika antinarkoba. Kami butuh tindakan. Kalau pelajar saja sudah dibiarkan masuk sekolah tanpa deteksi dini, lalu kapan kita mulai serius?,” tutup Hakim Said.
(siswanto)