JEMBER, – Mediainfopol.com
Obrolan di warung teh pagi ini mendadak panas ketika seorang pelanggan yang juga wartawan lokal bercerita soal pengalamannya saat hendak meliput di SMAN 5 Jember. Bukannya disambut ramah, ia justru dihadang di gerbang sekolah. Alasannya? Harus ada surat perintah dari Cabang Dinas Pendidikan (Cabdin) Jatim wilayah Jember-Lumajang. “Lho, kita ini mau meliput, bukan operasi militer,” celetuknya sambil menyeruput teh.
Dalih itu langsung bikin banyak orang di warung manggut-manggut sambil geram. Sebab, kejadian seperti ini dinilai sudah masuk kategori menghalangi kerja jurnalistik. Padahal dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, jelas disebutkan bahwa wartawan berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Menghalangi tugas wartawan bisa dianggap pelanggaran serius.
“Kalau semua harus pakai surat perintah Cabdin, kapan wartawan bisa kerja bebas?” ujar seorang pensiunan guru yang ikut nimbrung. Ia menilai tindakan itu sebagai bentuk ketertutupan yang tak sejalan dengan semangat keterbukaan informasi publik. Sekolah negeri, dibiayai dari uang rakyat, mestinya jadi tempat yang transparan dan terbuka, bukan malah seolah-olah zona eksklusif.
Warga menduga, jangan-jangan ada ketakutan dari pihak sekolah atau Cabdin terhadap pemberitaan media. Tapi kalau memang tak ada yang ditutupi, kenapa harus takut diliput? Justru dengan peliputan media, kegiatan positif sekolah bisa tersebar luas, bukan malah ditutup-tutupi dengan dalih birokrasi.
Akhirnya, sambil ngopi dan nambah gorengan, satu kesimpulan muncul dari meja warung: jangan biarkan aturan yang tidak masuk akal membungkam kebebasan pers. Wartawan adalah jembatan informasi publik. Dan kalau jembatan itu diputus, maka rakyatlah yang akan paling dirugikan.
Reporter : ( erman)