Gresik, mediainfopol.com
Suwandi Kepala Desa (Kades) Desa Lampah dan CV Berlian Asa, diduga melakukan kongkalikong dalam kasus tanah yang merugikan petani (Jono) sebesar Rp 375 juta.
Konflik ini bermula ketika Jono menjual tanah sawahnya yang luasnya kurang lebih 4500m² kepada pengembang kapling melalui tiga orang mediator, yaitu Bait, Di, dan No.
Penjualan tanah tersebut dilakukan pada tahun 2023 dengan harga Rp 850 juta. Namun Jono menerima uang DP sebesar Rp 475 juta pada tahun 2023, sisa pembayaran sebesar Rp 375.000.000 sampai saat ini belum dibayarkan oleh pengembang kapling (21/02/2025)
Kepala Desa Suwandi dan pemilik pengembang kapling CV Berlian Asa diduga melakukan kesepakatan jahat dengan membalik nama petok tanah milik Jono, menjadi beberapa petok sesuai dengan jumlah kapling yang sudah habis dijual, padahal pethok yang asli masih ada di tangan Jono.
Tindakan kades tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan mafia tanah, yang diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penipuan.
Pengembang kapling CV Berlian Asa juga diduga tidak memiliki izin yang sah untuk melakukan pengembangan kapling di atas tanah tersebut. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha dan Perizinan Berusaha Khusus, yang mengatur bahwa setiap pengembang kapling harus memiliki izin dari pemerintah setempat sebelum melakukan pengembangan.
Konflik ini telah menyebabkan kekhawatiran di kalangan pembeli kavling atas status tanah tersebut, karena mereka khawatir bahwa tanah yang mereka beli tidak memiliki status yang jelas dan dapat berpotensi menjadi sengketa di masa depan.
Arifin yang merupakan ahli waris menanyakan ke Sekdes Lampah terkait kavling tersebut apakah sudah habis terjual apa masih ada sisa kavling dengan harapan sisa uang Rp. 375.000.000 bisa segera dilunasi Pengembang, Sekdes tidak bisa memberikan jawaban. Namun setelah ahli waris Arifin yang merupakan anak Jono pemilik lahan menanyakan ke marketing kavling tersebut menjawab jika kavling sudah habis terjual.
Arifin menceritakan, keponakan Jono yang bernama Ba’it meminta tanda tangan ke Jono selaku pemilik lahan dengan ditemani perangkat desa.
Kades Suwandi saat hendak dikonfirmasi beralasan pijat namun berjam-jam ditunggu tidak kunjung selesai. Meski Sisa DP Rp.375.000.000 dijanjikan bulan Juni 2025 akan dibayar lunas oleh Pengembang. Namun saat Tim wartawan berkunjung ke rumah Jono ternyata beliau tidak mengantongi surat perjanjian tersebut dengan alasan surat masih akan ditandatangankan ke pengembang.
Saat dikonfirmasi ke Suwandi selaku Kepala Desa setempat, beliau mengutus orang lain untuk menyampaikan ke Tim Wartawan beliau tidak mau menemui dengan alasan masih pijat.
Kasus ini telah menyebabkan kerugian besar bagi petani Jono dan keluarganya. Mereka berharap agar pihak berwenang dapat segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan kasus ini dan memberikan keadilan bagi mereka. (Red).