BNN RI kunjungi rumah rehabilitasi Merah Putih,tujuan kedatanganya untuk memantau layanan sesuai dengan aturan.
Gresik, mediainfopol.com
Saat kunjungannya melihat kegiatan pasien yang menjalani rehabilitas narkoba,salah seorang pasien yakni RN,sudah menjalani rawat inap di sana setelah dua tahun kecanduan sabu.pekerjaan di dunia entertain dan lingkungan menjadi pintu masuk dirinya terjerat sabu.
Selama rehabilitasi,RN melakukan aktivitas harian terstruktur dengan baik.Saat pagi hari,ia dan pasien lain melakukan bersih-bersih kamar tidur.Setelahnya,Mereka mengikuti sesi konseling hingga siang.
Sore hari seringkali digunakan waktu krestif,salah satunya membuat cincin dan gantungan kunci dari batok kelapa
.Lanjut,saat malam hari,para pasien mengisi waktu dengan mengaji.
“Kegiatan di sini itu padat, yang membuat sedikit banyak ada pengaruh ke diri saya. Gak ada waktu buat diem, pikiran ke narkoba itu sedikit demi sedikit berkurang. Sudah saya niatkan berhenti dari kecanduan, dan untuk memulai hidup baru setelah keluar dari sini, saya tidak mau kerja di dunia malam lagi,” ujarnya.
Seperti saat terlihat pada kunjungannya BNN RI pada kamis (31/10)empat laki-laki sedang mengamplas batok kelapa yang sudah terpotong kecil-kecil.
Setelah memastikan bahwa permukaan batok halus,mereka menggunakan bolpoin untuk menggambar bundaran.Bahan itu rencananya akan dibuat cincin.
Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang 35 Tahun 2009, BNN memiliki kewajiban sebagai pembina. Banyak hal yang disoroti, meliputi fasilitas medis maupun sosial, penanganan pasien, serta peran konselor, psikolog, dan dokter.
“Kenapa demikian? Karena pasien yang terpapar tidak hanya mengalami kerusakan fisik, tetapi juga psikis. Hubungan dengan keluarga, sosial, dan lingkungan mungkin menjadi rusak. Kami memiliki alat ukur untuk memastikan lembaga menggunakan alat yang seharusnya,” kata Suharti Saragi.
Rumah rehabilitasi pun dituntut harus bisa menentukan sejauh mana tingkat paparan pasien. Ini penting untuk menentukan langkah pemulihan, apakah pasien perlu rawat inap atau rawat jalan. Makanya, pasien harus diidentifikasi dengan benar faktor pencetus terpapar.
“Di rumah rehabilitasi manapun di seluruh dunia, tidak ada jaminan pasien tidak akan kecanduan lagi. Namun, kami memiliki cara untuk meminimalisir risiko tersebut, yaitu dengan konseling individu dan kelompok. Lalu ada lagi cara menanggulangi kemungkinan kambuh, sehingga ketika keluar dari rumah rehabilitasi, pasien bisa menghindari lingkungan yang membuat mereka terpapar. Kami ingin rumah rehabilitasi memastikan itu,” ujar wanita yang akrab disapa Suharti.
Setidaknya ada 50 rumah rehabilitasi di Indonesia yang sedang dibina untuk mendapatkan status SNI, termasuk Yayasan Merah Putih. Lima puluh rumah rehabilitasi tersebut sudah dilatih selama enam bulan.
Saat ini, pihaknya sedang dalam proses menilai. Sejauh ini, petugas menilai Yayasan Merah Putih sudah cukup baik. Salah satunya dibuktikan dengan catatan rekam medis setiap pasien yang tercatat dengan baik.
“Ini penting untuk memastikan semua pasien ditangani dengan benar. Karena kenyataannya, di tempat-tempat rehabilitasi, ada yang pasiennya dipasung atau direndam air panas dengan harapan bisa memulihkan pasien tanpa konsumsi. Namun, itu tidak berdasarkan bukti medis,” tandasnya.***