Rejang Lebong// mediainfopol.com/ Dinamika politik di Kabupaten Rejang Lebong  Bengkulu menjelang pemilihan kepala daerah semakin memanas, seiring dengan adanya dugaan ketidaknetralan aparatur pemerintah yang muncul ke permukaan. Salah satu insiden yang kini mencuat adalah dugaan pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh seorang camat berinisial AO. Tim hukum calon bupati Fikri dilaporkan akan mengambil langkah tegas dengan melaporkan oknum camat tersebut ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang mereka anggap telah menyimpang dari aturan yang berlaku.

Menurut Ketua Tim Hukum Fikri, Benny Irawan, SH, CM, dugaan pelanggaran tersebut merujuk pada Pasal 5 Huruf N Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Aturan tersebut secara tegas melarang aparatur sipil negara (ASN) untuk terlibat dalam politik praktis atau menunjukkan keberpihakan kepada calon tertentu. Hal ini dianggap esensial dalam menjaga integritas dan netralitas ASN, khususnya di masa pemilihan.

“Kami sudah siapkan bukti-bukti dan dokumen lain yang relevan untuk melaporkan oknum camat tersebut ke Bawaslu,” tegas Benny Irawan. Dia menambahkan bahwa tim hukum telah mengumpulkan berbagai data yang memperkuat dugaan pelanggaran yang dilakukan AO, mulai dari dokumentasi kegiatan hingga kesaksian dari pihak-pihak terkait. “Ini bukan hanya soal pelanggaran terhadap aturan, tetapi juga soal kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi yang sedang berjalan,” tambahnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, oknum camat AO diduga telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip netralitas ASN. Hal ini mencakup dugaan keterlibatan dalam kegiatan politik yang mendukung salah satu kandidat. Meski detail spesifik mengenai bentuk keterlibatan AO belum dirilis secara resmi, kasus ini telah menjadi perhatian publik di Rejang Lebong.

Netralitas ASN adalah prinsip krusial dalam menjaga keadilan dan transparansi pemilihan umum. Pelanggaran terhadap prinsip ini dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas pemilu, serta menciptakan ketegangan politik yang dapat berdampak negatif bagi stabilitas daerah. Jika terbukti, pelanggaran tersebut tidak hanya akan memberikan dampak pada reputasi AO sebagai camat, tetapi juga pada kredibilitas birokrasi di Kabupaten Rejang Lebong secara keseluruhan.

Benny Irawan juga menekankan bahwa laporan ini merupakan bagian dari komitmen mereka untuk memastikan seluruh elemen pemerintahan tetap netral. “Kami ingin memastikan bahwa pemilihan ini berjalan dengan jujur, adil, dan sesuai dengan aturan yang ada. Netralitas ASN adalah fondasi penting dalam proses ini, dan kami tidak akan tinggal diam jika ada yang melanggarnya,” ujarnya.

Di lain pihak, Bawaslu Kabupaten Rejang Lebong belum memberikan pernyataan resmi terkait laporan yang diajukan oleh tim hukum Fikri. Namun, Bawaslu memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti laporan ini, melakukan investigasi, serta menentukan apakah benar terjadi pelanggaran netralitas sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021.

Jika laporan ini terbukti benar, AO bisa menghadapi sanksi administratif hingga disiplin berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam konteks pemilihan kepala daerah, sanksi terhadap ASN yang tidak netral sangatlah penting untuk memberikan efek jera dan menjaga keadilan pemilu.

Sementara itu, situasi politik di Rejang Lebong diprediksi akan semakin dinamis seiring dengan semakin dekatnya hari pemilihan. Kasus seperti ini bisa menjadi pemicu perdebatan lebih lanjut tentang bagaimana peran aparatur pemerintah dalam kontestasi politik harus dijaga ketat sesuai dengan peraturan yang ada.

Kasus ini mencerminkan pentingnya peran Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu yang independen dan berintegritas. Masyarakat Kabupaten Rejang Lebong, khususnya para pemilih, tentu berharap bahwa proses pemilu dapat berjalan tanpa adanya intervensi atau keberpihakan dari pihak-pihak yang seharusnya bersikap netral. Dalam situasi politik yang sensitif, keterlibatan aparat pemerintahan secara aktif atau pasif dalam mendukung calon tertentu dapat mencederai proses demokrasi yang sedang berlangsung.

Dugaan pelanggaran ini pun memicu diskusi di kalangan pengamat politik setempat, yang melihatnya sebagai indikasi dari semakin ketatnya persaingan dalam pemilihan kepala daerah. Mereka menilai bahwa setiap bentuk ketidaknetralan aparatur harus ditindak tegas agar kepercayaan publik terhadap hasil pemilu tetap terjaga.

Kini, masyarakat menantikan bagaimana perkembangan laporan ini, serta bagaimana Bawaslu dan pihak-pihak terkait akan menangani dugaan pelanggaran yang muncul. 

Apakah netralitas ASN dapat dijaga dengan baik di Kabupaten Rejang Lebong, atau justru semakin banyak kasus serupa yang akan terungkap? Hanya waktu yang akan menjawab.(M.Harus ak)