JEMBER, Mediainfopol.com

di Hotel Royal, Jalan Karimata, pada Sabtu (01/05/2024) siang.

Sarasehan itu diikuti oleh Forum Pembauran Kebangsaan Kabupaten Jember, Komunitas Seniman dan Budayawan, dengan menghadirkan Nara sumber, diantaranya Ketua FPK Kabupaten Jember Ir HM Sujatmiko, dan Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember, Sugeng Riyadi.

Sarasehan itu yang dipandu oleh Moderator Miftahul Rachman, akrab disapa Cak Memet itu dimeriahkan oleh Gamelan Kyai Samudro, binaan Cak Abdurrasyid atau akrab disapa Cak Sid.

Sebagai pembuka acara, Cak Ariek memainkan tarian pecut Sodo Lanang, yang merupakan tarian pecut khas Jember.

Ji Karim dalam sambutannya menyampaikan, sarasehan itu bertujuan untuk menggali potensi seni dan budaya di Kabupaten Jember, agat secara optimal dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, bahu kesejahteraan masyarakat Jember.

“Sudah menjadi komitmen kami untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat Kabupaten Jember,” kata Ji Karim dalam sambutannya.

Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Jember itu menegaskan, bahwa aspirasi masyarakat hanya bisa diwujudkan, manakala antara eksekutif dan legislatif, dapat berjalan seiring.

“Seperti yang kita lakukan hari ini, dengan cara ini, maka diharapkan dapat terjalin hubungan yang baik antara semua stakeholder,” tandas Ji Karim.

Sementara, Ir Sujatmiko menyampaikan bahwa sebenarnya Kabupaten Jember memiliki kekayaan seni dan budaya begitu beragam, hanya saja diperlukan political Will, dari pengambil kebijakan agar potensi itu dapat terkelola dengan baik.

“Pemerintah harus hadir dalam setiap denyut nadi kesenian dan kebudayaan di Kabupaten Jember, sehingga potensi itu dapat terkelola dengan baik,” jelasnya.

Melalui sarasehan itu, Sujatmiko mengajak agar semua komponen masyarakat mampu berpikiran lokal namun berwawasan global.

“Dengan demikian, melalui kekuatan lokal wisdom, maka bukan tidak mungkin kesenian dan kebudayaan Jember akan mendunia,” ujarnya.

Saat sesi tanya jawab, audiensi menyampaikan pertanyaan, harapan dan gagasannya, agar dijadikan sebagai catatan, untuk kemudian diperjuangkan bersama – sama.

Perwakilan Suku Menado, Junus D Watie, menyampaikan pengalamannya saat mendampingi koleganya dari Negeri Belanda yang berkunjung ke Jember.

“Dulu, sekitar 40 Perkebunan di Kabupaten Jember didirikan oleh orang Belanda, setelah masa penjajahan berakhir, mereka kembali ke negaranya. Namun masih menyisakan kerinduan untuk mengenang kembali memorinya,” ujar Junus.

Sayangnya, kata Junus, sudah banyak bangunan kuno, yang dulu dibangun Belanda, kini sudah tak terselamatkan lagi.

“Karenanya, diperlukan semacam regulasi, agar warisan sejarah itu dapat terlindungi,” ujarnya.

Lain lagi halnya dengan perwakilan Komunitas Seniman modern Firman, yang menyampaikan bahwa perlunya duduk bersama antara seniman dan pemerintah.

“Agar harapan seniman Jember untuk berkembang dapat tersampaikan dengan baik,” katanya.

Demikian pula, pernyataan yang disampaikan Tokoh Seniman Ludruk Jember, Lib Yanto, menegaskan bahwa dulu ada sekitar 40 Komunitas Ludruk, kini sudah tinggal 27 komunitas, namun yang masih eksis hanya tinggal 7 komunitas saja.

“Sepertinya pemerintah memang belum hadir ditengah kehidupan seniman, sehingga kehidupan seniman di Jember, makin lama makin memprihatinkan,” tegasnya.

Bahkan, jika situasi dibiarkan berlarut – larut, maka bukan tidak mungkin tidak akan ada regenerasi.

“Ujungnya, kesenian ludruk makin lama akan makin punah,” Katanya.

Menimpali kecemasan para seniman dan budayawan itu, Mantan Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember Deborah Kresnowati, menyampaikan bahwa Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jember tidak mungkin dapat menampung seluruh aspirasi itu.

“Untuk itu diperlukan kebersamaan, dari semua komponen masyarakat, termasuk dukungan dari berbagai pihak yang berkompeten,” jelasnya.

Di penghujung Sarasehan, Wakil Ketua FPK Kabupaten Jember Ignatius Sumarwiadi menyampaikan agar semua aspirasi yang sudah disampaikan tidak sekedar menjadi mimpi belaka.

“Untuk itu diperlukan langkah konkrit, sehingga aspirasi itu tidak sekedar menjadi utopia,” tandasnya.

Prof Dominikus Rato menegaskan bahwa agar seniman dan budaya Jember, maka diperlukan regulasi yang kuat.

“Sepertinya Jember belum punya peraturan daerah, yang melindungi kesenian dan kebudayaan. Karenanya, menjadi tanggung jawab bersama, agar Jember segera memiliki Peraturan Perundangan yang jelas dan melindungi Kesenian dan Kebudayaan,” jelasnya.

Karenanya, Prof Rato meminta agar Sarasehan ini tidak berhenti hanya sekedar menggali, melainkan diteruskan dengan upaya memperjuangkan ke arah yang lebih konkrit.

“Kalau membaca tajuknya menggali, menurut saya jangan hanya berhenti menggali, sebaiknya diteruskan dengan pembahasan yang lebih serius, terarah dan terukur,” tandasnya.

 

(syAhrOni)